BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah
satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World
Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan
salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta
kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara
telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia
sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar 35% dari semua
kasus tuberkulosis.
Laporan WHO (global reports 2010),
menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4
juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan
pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati peningkatan per
kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta
sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari
peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan
jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah
penderita TB di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus
adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain
itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB.
Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas
penting.
Laporan WHO tahun 2007 menyatakan
persentase resistensi primer di seluruh dunia telah terjadi poliresistensi
17,0%, monoresistensi terdapat 10,3%, dan Tuberculosis - Multidrug Resistant
(TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan di Indonesia resistensi primer jenis MDR
terjadi sebesar 2%. Kontak penularan M. tuberculosis yang telah
mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus baru penderita TB yang
resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus multi-drug resistance (MDR).
Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus resistensi obat TB di beberapa wilayah
di dunia hingga tahun 1990-an, masalah resistensi ini belum dipandang sebagai
masalah yang utama. Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh karena lemahnya
program pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang tidak adekuat,
tindakan pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis suatu
TB-MDR.
Semakin jelas bahwa kasus
resistensi merupakan masalah besar dalam pengobatan pada masa sekarang ini. WHO
memperkirakan terdapat 50 juta orang di dunia yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis yang telah resisten terhadap OAT dan dijumpai 273.000 (3,1%)
dari 8,7 juta TB kasus baru pada tahun 2000. Berdasarkan wilayah administratif
di Indonesia, Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke 8 angka temuan kasus TBC
paru terbesar tahun 2007, meskipun belum mencapai target yang ditetapkan.
Sebaran angka temuan kasus tersebut yaitu DKI Jakarta(88,14%), Sulawesi Utara
(81,36%), Banten (74,62%), Jawa Barat (67,57%), Sumatra Utara (65,48%),
Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%), Jawa Timur (59,83%), DI Yokyakarta (53,23%),
Sumatra Barat (51,36%) (Depkes RI, 2007)
1.2 Tujuan
Penulisan
1.2.1
Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan
konsep dasar tuberkulosis.
2.
Menjelaskan
asuhan keperawatan klien dengan penyakit gangguan sistem pernafasan akibat
tuberkulosis, meliputi :
a.
Pengkajian
tuberkulosis
b.
Mengidentifikasi
diagnosa keperawatan pada klien dengan tuberkulosis.
c.
Melakukan
perencanaan pada klien dengan tuberkulosis.
1.2.2
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan penyakit gangguan sistem pernafasan akibat
tuberkulosis.
1.3 Manfaat
Penulisan
Manfaat yang diharapkan dalam penyususnan makalah
ini adalah :
1.
Mendapatkan
pengetahuan tentang tuberkulosis.
2.
Mendapatkan
pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan tuberkulosis.
1.4 Sistematika
Penulisan
BAB I PENDAHULUAN berisi tentang
latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS berisi
tentang konsep dasar penyakit : pengertian, penyebab, anatomi dan fisiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi dan pemeriksaan penunjang. Konsep
dasar asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis : pengkajian,
pathway/analisis data dan perencanaan.
BAB III TINJAUAN KASUS DAN
PEMBAHASAN berisi tentang tinjauan kasus : pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan yang muncul, intervensi sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
ditegakkan, implementasi yang dilakukan dan evaluasi tindakan keperawatan.
BAB IV PENUTUP meliputi
kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1 Konsep
Dasar Penyakit Tuberkulosis Paru
2.1.1
Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit
kronik, menular, yang disebabkan oleh M.Tuberculosis, yang ditandai oleh jaringan
granulasi nekrotik (perkijuan) sebagai respons terhadap kuman tersebut (Stanley
L.Robbins,1999).
Tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang
semua organ atau jaringan ditubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkular
mengalami nekrosis perkijuan ( Robbins, 2007).
Tuberkulosis paru adalah penyakit
infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lain (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan dari beberapa
pernyataan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis
terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe.
2.1.2
Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Sistem pernapasan terdiri dari :
§ Hidung merupakan saluran
udara yang pertama, berfungsi mengulirkan udara ke dan dari paru-paru.
§ Faring atau tenggorokan.
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring.
§ Laring atau pangkal
tenggorokan merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakea
§ Trakea atau batang
tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang
dari tulang-tulang rawan
§ Bronkus atau cabang
tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan
§ Paru-paru merupakan
sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdir dari gelembung alveoli
b. Fisiologi
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen
dan karbondioksida yang terdapat pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3
tahap yaitu :
§ Ventilasi merupakam
proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau jari alveoli
ke atmosfer
§ Difusi gas merupakan
pertukaran antara oksigen dan alveoli dengan kapiler paru dan Co2 di
kapiler dengan alveoli
§ Transportasi gas
merupakan proses pendistribusian oksigen kapiler ke jaringan tubuh dan Co2 jaringan tubuh ke kapiler.
2.1.3
Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis
paru adalah bakteri mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu than terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun.
Sumber penularan adalah penderita
TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk Droplet (percikkan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut
dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang pendeirta ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.
Faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis:
1. Herediter : resistensi
seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan.
2. Jenis kelamin : pada
akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak
terjadi pada anak perempuan
3. Usia : pada masa bayi
kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4. Pada masa puber dan
remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tinggi
karena diit yang tidak adekuat
5. Keadaan stress : situasi
yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional,
kelelahan yang kronik)
6. Meningkatnya sekresi
steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk
penyebarluasan infeksi
7. Anak yang mendapat terapi
kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah
8. Nutrisi : status nutrisi
kurang
9. Infeksi berulang : HIV,
measles, pertusis
10. Tidak mematuhi aturan
pengobatan.
2.1.4
Patofisiologi
Myobacterium tuberculosis
Saluran pernafasan
Saluran pernafasan atas saluran
pernafasan bawah
Bakteri besar bertahan di
bronkus paru-paru
Peradangan bronkus alveolus
Penumpukan sekret terjadi
perdarahan
efektif
tdk efektif penyebaran bakteri
sekret keluar sekret sulit secara limfa hematogen
saat batuk dikeluarkan keletihan
batuk terus
menerus
terhisap orang sehat alveolus mengalami konsolidasi
& eksudasi
2.1.5
Klasifikasi
Menurut
Dep. Kes (2003), klasifikasi TB paru dibedakan atas :
1.
Berdasarkan
organ yang terinvasi
TB paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan
dahak, TB paru dibagi menjadi 2, yaitu:
a.
TB
paru BTA positif
Disebut TB paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2
dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1
spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukkan
gambaran TB aktif.
b.
TB
paru BTA negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA
negatif dan pemeriksaan radiologi dada menunjukkan gambaran TB aktif. TB paru
dengan BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan, bila menunjukkan keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.
TB paru ekstra yaitu tuberkulosis
yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
c.
TB
ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
d.
TB
ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang
belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin.
2.
Berdasarkan
tipe penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita:
a.
Kasus
baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan obat anti tuberkulosis (OAT) kurang dari 1 bulan
b.
Kambuh
(relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan
telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA
positif
c.
Pindahan
(transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/ pindah.
d.
Kasus
berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian
datng kembali berobat.
2.1.6
Manifestasi klinik
Gejala akibat TB paru adalah
batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan
hemoptitus.
Gejala sistemik termasuk demam,
menggigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan dan penurunan berat
badan.
2.1.7
Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang terjadi
pada stadium lanjut
1.
Hemoptisis
berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
2.
Atelektasis
(paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
3.
Bronkietasis
(pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4.
Penyebaran
infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
2.1.8
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru
yaitu:
a.
Kultur
sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.
b.
Ziehl-Neelsen
(pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk
basil asam cepat.
c.
Tes
kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif.
d.
Elisa/Wostern
Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e.
Foto
thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f.
Histologi
atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis
g.
Biopsi
jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis
h.
Nektrolit:
dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i.
GDA:
dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j.
Pemeriksaan
fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).
2.1.9
Penatalaksanaan Medis
1. Pencegahan
a.
Pemeriksaan
kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaulerat dengan penderita
tuberculosis paru BTA positif.
b.
Mass
chest X-ray,
yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok populasi tertentu
misalnya : karyawan rumah sakit, siswa –siswi pesantren.
c.
Vaksinasi
BCG
d.
Kemofolaksis
dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e.
Komunikasi,
informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat.
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati
terutama dengan agen kemoterapi (agen antituberkulosis ) selama periode 6
sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ),
Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid (
PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin,
dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua.
2.2 Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis
2.2.1
Pengkajian
a.
Riwayat
kesehatan sebelum masuk rumah sakit : klien mengatakan mengeluh batuk-batuk,
panas, dingin pada malam hari sekitar 4 minggu lalu. Keluarga membawanya
kerumah sakit
b.
Saat
masuk rumah sakit : klien merasa sesak, klien juga hanya bisa berbaring di
tempat tidur segala aktivitasnya dibantu oleh keluarganya.
c.
Saat
dikaji : peristiwa yang menyebabkan psien dibawa ke rumah sakit adalah mengeluh
batuk-batuk, panas, dingin pada malam hari. Klien tampak terlihat lemas. Saat
dikaji terlihat wajah klien meringis kesakitan karna sesak dan hanya berbaring
di tempat tidur.
2.2.2
Pathway/analisa data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS :
Klien mengatakan sulit bernafas bila dahak dikeluarkan
DO
:
-
terdengar suara ronchi pada paru kanan dan kiri
-
RR : 28x/ menit
-
Pasien batuk berdahak
|
Mycrobacterium
tuberculosis
↓
Saluran
pernafasan atas
↓
Bakteri
bertahan di bronkus
↓
Peradangan
bronkus
↓
Penumpukan
sekret
↓
Tidak
efektif
↓
Sekret
sulit dikeluarkan
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif
|
2
|
DS : -
DO :
-
terdengar suara ronchi pada paru kanan dan kiri
-
RR : 28x/ menit
|
Mycrobacterium
tuberculosis
↓
Saluran
pernafasan bawah
↓
Paru-paru
↓
Alveolus
↓
Terjadi
perdarahan
↓
Alveolus
mengalami konsolidasi dan eksudasi
|
Gangguan
pertukaran gas
|
3
|
DS : Klien mengatakan sesak bertambah jika beraktivitas
DO :
-
Klien
dimandikan oleh keluarga
-
RR 28x/menit
|
Mycrobacterium
tuberculosis
↓
Saluran
pernafasan bawah
↓
Paru-paru
↓
Alveolus
↓
Terjadi
perdarahan
↓
Penyebaran
bakteri secara limfa hematogen
↓
keletihan
|
Intoleransi aktivitas
|
4
|
DS : -
DO :
-
Batuk berdahak
-
Hasil foto thorax TBC duplex
|
Mycrobacterium
tuberculosis
↓
Saluran
pernafasan atas
↓
Bakteri
bertahan di bronkus
↓
Peradangan
bronkus
↓
Penumpukan
sekret
↓
Efektif
↓
Sekret
keluar saat batuk
↓
Batuk
terus menerus
↓
Terhisap
orang sehat
|
Resiko penyebaran infeksi
|
2.2.3
Diagnosa keperawatan
a.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret
b.
Gangguan
pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar
c.
Intoleransi
aktivitas b.d keletihan dan inadekuat oksigen untuk
aktivitas.
d.
Resiko
penyebaran infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat,
kerusakan jaringan, penekanan proses inflamasi, mal nutrisi.
2.2.4
Perencanaan Keperawatan
No
|
Diagnose
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Dx 1
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, klien memenuhi
kriteria :
·
pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan
mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
|
1. Kaji
fungsi pernafasan (bunyi
nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan
dan penggunaan otot bantu).
2.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk
efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3.
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi.
4.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan
sesuai keperluan.
5. Pertahankan
masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari kecuali kontra indikasi
|
1. Peningkatan
bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan
untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2. Pengeluaran
sulit bila sekret sangat tebal sputum
berdarah kental/darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
3. Posisi
membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
4. Mencegah
obstruksi respirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
5.
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membantu untuk mudah
dikeluarkan.
|
2
|
Dx 2
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, klien memenuhi
kriteria :
·
melaporkan tidak adanya penurunan dyspnea
·
menunjukkan
perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari
gejala, distres pernafasan.
|
1. Kaji
dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya
pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
2. Evaluasi
tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk
membran mukosa dan kuku.
3. Tingkatkan
tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai keperluan.
4.
Kolaborasi medis pemberian oksigen
|
1. TB paru
menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure pleural
untuk fibrosis luas.
2. Akumulasi
sekret/pengaruh jalan nafas dapat
mengganggu O2 organ vital dan jaringan.
3. Menurunkan
konsumsi oksigen/kebutuhan selama
periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
4.
Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret.
|
3
|
Dx 3
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, klien memenuhi kriteria
:
·
pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri dan tidak kelelahan setelah
beraktivitas.
|
1. Jelaskan
aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti merokok.
suhu sangat ekstrim, berat badan
kelebihan, stress.
2. Secara
bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.
3. Memberikan
dukungan emosional dan semangat.
4.
Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk
meningkatkan aktivitas.
|
1. merokok,
suhu ekstrim dan stress menyebabkan
vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen,
berat badan berlebihan,
meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja jantung.
2. mempertahankan
pernafasan lambat, sedang dan latihan
yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan.
3. rasa
takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan aktivitas.
4.
intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan
mengevaluasi jantung
sirkulasi dan status pernafasan setelah
beraktivitas.
|
4
|
Dx 4
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, klien memenuhi
kriteria :
·
pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
penyebaran infeksi, melakukan perubahan
pola hidup.
|
1. Kaji
patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi ' melalui droplet udara selama
batuk, bersin, meludah.
2. Identifikasi
orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat karib/teman.
3. Kaji
tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi pernafasan.
4. Anjurkan
pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah.
Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi.
5.
Tekankan
pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
|
1. membantu
pasien menyadari/menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau
komplikasi serta membantu
pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke
orang lain.
2. orang-orang
yang terpejan ini perlu program terapi
obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
3. dapat
membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
4. perilaku
yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
5.
periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga atau penyakit luas,
sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
|
BAB III
TINJAUAN
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan
Kasus
3.1.1
Pengkajian
a.
Identitas
Pasien
Nama initial :
Tn. H
Umur :
55 tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Status Perkawinan :
Menikah
Jumlah Anak :
2
Agama/suku :
Islam
Warga Negara :
Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pendidikan :
-
Pekerjaan :
Wiraswata
Alamat rumah :
Andir bandung
b.
Penanggung
Jawab
Nama :
Tn. S
Alamat :
Andir Bandung Hubungan dengan klien :
Anak
c.
Riwayat
Keperawatan
Sebelum masuk rumah sakit : Klien mengatakan mengeluh batuk-batuk selama 4 hari, batuk berdahak berwarna kuning, sesak saat
beraktivitas maupun istirahat.
Saat masuk rumah sakit : Klien merasa sesak dan mengeluh pusing
Saat dikaji :
Klien mengeluh sesak, merasa pusing dan batuk berdahak
3.1.2
Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
||||||||||||
1
|
DS :
klien mengeluh batuk dan sesak nafas
DO :
terdapat secret berwarna kuning
|
Mycrobacterium
tuberculosis
Saluran
pernafasan atas
Bakteri
bertahan di bronkus
Peradangan
bronkus
Penumpukan
secret
Tidak
efektif
Secret
sulit dikeluarkan
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif
|
||||||||||||
2
|
DS :
klien mengatakan sesak bertambah jika beraktivitas
DO : Klien dimandikan oleh keluarga
RR 28x/menit
|
Mycrobacterium tuberculosis
Saluran
pernafasan bawah
Paru
paru
Alveolus
Terjadi
perdarahan
Penyebaran
bakteri secara limfa hematogen
keletihan
|
Intoleransi
aktivitas
|
3.1.3
Diagnosa Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
1
|
Bersiham
jalan nafas b.d akumulasi sekret
|
2
|
Intoleransi
aktivitas b.d keletihan dan inadekuat oksigen untuk aktivitas
|
3.1.4
Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, klien memenuhi
kriteria :
-
pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan
mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
|
1. Kaji
fungsi pernafasan (bunyi
nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan
dan penggunaan otot bantu).
2.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif,
catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3.
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi.
4.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan
sesuai keperluan.
5.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari
kecuali kontra
indikasi
|
1. Peningkatan
bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan
untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2. Pengeluaran
sulit bila sekret sangat tebal sputum
berdarah kental/darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
3. Posisi
membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
4. Mencegah
obstruksi respirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
5. Pemasukan
tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan.
|
2
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, klien memenuhi
kriteria :
-
pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri dan tidak kelelahan setelah
beraktivitas.
|
1. Jelaskan
aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti merokok.
suhu sangat ekstrim, berat badan
kelebihan, stress.
2. Secara
bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.
3. Memberikan
dukungan emosional dan semangat.
4. Setelah
aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.
|
1. merokok,
suhu ekstrim dan stress menyebabkan
vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen,
berat badan berlebihan,
meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja jantung.
2. mempertahankan
pernafasan lambat, sedang dan latihan
yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan.
3. rasa
takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan aktivitas.
4. intoleransi
aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah beraktivitas.
|
3.1.5
Implementasi Keperawatan
Hari/Tanggal
|
No Diagnosa
|
Implementasi
Keperawatan
|
Respon
Klien
|
6 juni 2014/ 11.00 WIB
|
1
|
1. Kaji
fungsi pernafasan (bunyi
nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan
dan penggunaan otot bantu).
2.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk
efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3.
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi.
|
1.
Respirasi
24x/menit
2.
Sudah
tidak terdapat sekret.
3.
Tidak
sesak nafas.
|
6 juni 2014/ 12.00 WIB
|
2
|
1. Secara
bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.
2. Memberikan
dukungan emosional dan semangat.
|
1.
Klien
mampu melakukan aktivitas sendiri.
|
3.1.6
Evaluasi
Hari/
Tanggal
|
No
Diagnosa
|
Evaluasi
Keperawatan
|
Paraf
|
6 juni 2014/ 13.00 WIB
|
1
|
S: klien mengeluh batuk dan
sesak nafas
O : observasi TTV
-
TD
= 120/80 mmHg
-
N
= 80x/menit
-
R
= 24x/menit
-
S
= 360C
A
: masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
|
|
6 juni 2014/ 13.00 WIB
|
2
|
S : klien mengatakan sesak saat
beraktivitas maupun beristirahat.
O : klien tidak sesak nafas
lagi
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dipertahankan
|
|
3.2 Pembahasan
Diagnosa keperawatan yang pertama kami ambil adalah
1.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret
Alasannya
bersihan jalan nafas sangat penting untuk pernafasan karena merupakan saluran
perafasan bagian atas yang berfungsi untuk ventilasi pernafasan.
Tindakan
yang diberikan adalah mengkaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan,
irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu) dan mencatat
kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum,
adanya hemoptisis
serta berikan klien posisi semi atau fowler tinggi.
Hasil
evaluasi setelah dilakukan tindakan diatas adalah sesak nafas klien berkurang.
2.
Intoleransi
aktivitas b.d keletihan dan inadekuat oksigen untuk
aktivitas.
Alasannya karena klien mengeluh sesak
saat melakukan aktivitas ataupun pada saat beristirahat.
Tindakan yang dilakukan adalah secara
bertahap meningkatkan
aktivitas harian
klien sesuai peningkatan
toleransi
dan memberikan dukungan emosional dan semangat.
Evaluasi
dari tindakan yang dilakukan adalah klien mampu melakukan aktivitas sendiri.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis paru adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis terutama menyerang
parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe.
Kuman ini tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis
aktifkembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
bagian apical paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.
4.2 Saran
Dengan makalah ini diharapkan
pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah
wawasan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan tuberkulosis.
DAFTAR
PUSTAKA
Anderson, P. S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinik
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
L.Robbins, S. (n.d.). Buku Saku Dasar Patologi Penyakit.
Jakarta: EGC.
Soma, P. C. (2005). Ringkasan Patologi Anatomi .
Jakarta: EGC.
Suddarth, B. &. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah .
Jakarta: EGC.